UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Kamis, 23 April 2015

Pendidikan di Negeri Ini


Bagaikan memegang matahari itulah gambaran cita-cita negeri ini untuk mencapai kesuksesan dibidang pendidikan, kenapa? karena serasa tak mungkin untuk mencapai kesuksesan tersebut, coba bayangkan Indonesia dalam satu dekade terakhir berdasarkan survei PISA (Programme for International Study Assessment) Indonesia menempati rangking 64 dari 65 negara, bukankah itu sesuatu yang memalukan untuk negeri ini, selain itu banyak kasus pendidikan yang semakin marak terjadi, mulai dari kekerasan, pelecehan, demo rusuh bahkan kasus baru yang terjadi adalah kasus bully bukankah hal ini akan membuat keadaan pendidikan semakin bobrok, sungguh miris.
Tak jelas memang mana yang harus benar-benar disalahkan, entah pemerintah, pendidik, peserta didik. Dari empat elemen tersebut yang paling mempunyai peran dalam perbaikan pendidikan adalah pemerintah karena mereka mampu menciptakan suatu kurikulum jitu, menyediakan fasilitas-fasilitas belajar, itu sederhananya. Namun butuh proses panjang dan melelahkan untuk menerapkan apa-apa yang diimpikan, dibutuhkan suatu kerja sama yang solid antara pemerintah, pendidik, peserta didik agar dalam penerapan suatu kurikulum pendidikan dapat berjalan dengan baik tanpa menimbulkan masalah-masalah. Serta komitmen pemerintah dalam memenuhi fasilitas-fasilitas pendidikan agar menunjang kebutuhan proses belajar mengajar.
Tak banyak yang harus ditulis karena akan terasa bosan jika membacanya, yang terpenting adalah isinya bagaimana bisa dipahami dan bisa diterapkan nantinya. Yang diharapkan adalah bukti bukan hanya janji.



Zainul Arifin, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

Kamis, 16 April 2015

Pacaran Dalam Pandangan Islam

Islam bukanlah agama yang tidak mengakui adanya cinta. Tapi cinta yang terlahir dalam islam itu adalah cinta yang tidak disertai dengan nafsu. Misalkan cinta seorang hamba pada Khaliq nya, cinta seorang umat kepada Rasulnya, cinta seorang anak kepada ke dua orang tuanya, dll. Sedangkan untuk cinta kepada lawan jenis biasanya itu merupakan cinta yang disertai dengan nafsu, nafsu ingin memiliki seutuhnya, nafsu ingin selalu bersama dan banyak lagi yang lainnya. Namun dalam konsep islam, cinta kepada lawan jenis benar dikala seorang telah terikat dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Tapi sebelum ikatan itu, pada hakikatnya cinta itu pun tidak ada, yang ada hanyalah nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.

Sebab cinta dalam pandangan islam itu sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekadar diucapkan, digoreskan dalam sebuah kertas merah jambu dengan menggunakan tinta emas, atau janji lebay lewat SMS. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak. Dan ikrar itu pun tidak ditujukan kepada si wanita melainkan kepada ayah kandung si wanita, yang sesungguhnya ikrar yang diucapkan si lelaki tersebut merupakan sebuah pengakuan untuk mengambil alih tanggung jawab terhadap si wanita dari pundak sang ayah kandung ke pundaknya.

Itulah cinta kepada lawan jenis menurut pandangan islam. Tapi kalau dilihat dari realita kehidupan remaja sekarang ini, cinta itu bukan lah sebuah tanggung jawab yang terikat dengan sebuah ikrar. Melain sebuah kebersamaan untuk berkencan  disebuah tempat romantis, berpagangan, peluk - pelukan atau bahkan ciuman tanpa ikatan yang sah. Padahal islam telah mengatur hubungan antara laki - laki dan wanita. Hanya yang mempunyai ikatan suami istri saja yang boleh melakukan kontak - kontak yang mengarah pada birahi, seperti bersentuhan, berpengangan apalagi berciuman.

Nah...!!! sekarang pasti muncul sebuah pertanyaan besar, bagaimana sepasang calon suami -istri bisa saling mengenal kalau pacaran itu tidak ada? Tapi kalau pun pacaran itu dianggap sebagai  sarana untuk saling  melakukan penjajakan, perkenalan, ini bukanlah anggapan yang benar. Dalam islam ada sebuah proses yang dikenal dengan ta'aruf. Disinilah peranan keluarga sangat dibutuhkan. Proses ini jauh lebih objektif dari berpacaran. Karena pacaran itu pada umumnya selalu memperlihatkan hal - hal yang indah saja dan  berusaha menutupi yang jelek - jelek. Seorang wanita pasti akan dandan habis - habisan, bermake-up, mengenakan baju yang paling bagus, pakai parfum dan lain sebagainya saat akan menemui sang pacar, dan si lelaki pasti akan memilih tempat kencan yang indah, sebuah tempat yang dipenuhi dengan bunga - bunga dan dihiasi dengan cahaya lilin. Tapi apakah saat mereka menikah nanti itu semua akan tetap terlaksana?  Apakah si istri akan selalu berada dalam keadaan bermake-up dan memakai parfum saat bersama suaminya? Tentu tidak akan selamanya seperti itu. Tapi, jika saling mengenal melalui proses ta'aruf yang benar menurut islam, itu akan lebih alami. So... jangan menjadikan istilah ta'aruf sebagai alibi untuk bebas berpacaran. 
 
sumber : http://arshi.blogspot.com
 

Mindset for transform


Memang suatu perubahan itu penting, apalagi perubahan itu bagaikan ilmu padi semakin tua maka semakin merunduk, mungkin bagi seseorang untuk menjadikan dirinya dalam ilmu padi itu mungkin bisa dan bahkan sangat bisa, namun hal tersebut tak semudah ucapan dimulut terutama bagi seorang pemuda yang hati dan pikiran masih sangat labil, hal ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagaimana seorang pemuda mampu membuat perubahan dirinya yang lebih baik.
Dikutip dari paragraf diatas, itulah yang ingin ku capai sebuah perubahan, entah muncul dari mana ide tersebut untuk berubah, mungkin dari ocehan-ocehan orang-orang yang jika didengar orang lain itu tak penting, awalnya ku ragu namun kupikir lebih mendalam memang hal itu menurutku penting untuk masa depanku, yang dimaksud perubahan disini adalah perubahan jiwa dari masa kekanak-kanakan menjadi masa kedewasaan, yang nantinya akan membuatku mudah dalam menghadapi persoalan hidup didunia ini yang kelak akan mendapat imbalan baik diakhirat, tak mudah memang namun itulah yang harus kulakukan, kusangat berbeda dari waktu masih duduk di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah kejuruan yang bersikap acuh tak acuh dengan sekumpulan orang yang kuanggap menjalankan aktivitas tak penting, padahal itu sebenarnya adalah sebuah organisasi yang dalamnya terdapat banyak sekali pengalaman-pengalaman yang perlu didapat, dan hal itu baru kusadari sekarang mengapa dulu diriku begitu, memang penyesalan datang diakhir, namun ini bukan akhir yang sebenarnya dan akan kuanggap ini sebuah awal agar tidak membuat diriku terpuruk dalam penyesalan dan akan membuat diriku semakin termotivasi.    
Terdapat potongan kalimat yang ada di otakku sekarang yang kalimat itu terucap dari sepenggal orang-orang di kampus tempat belajarku yaitu “belajar dan berproses” dari kalimat ini kemudian ku kupas maknanya, dari kata “belajar”, iya memang aku ke kampus untuk belajar hal itu tak perlu ditanyakan lagi, itu adalah niat awalku, kemudian kata yang kedua adalah kata “dan” yang disini adalah kata penghubung, selanjutnya kata yang ketiga yaitu kata “berproses” dan kata inilah yang menjadi pertanyaan besar, apakah aku akan berproses? Dibenakku berkata “tidak” jika kuhanya belajar di bangku perkuliahan saja, aku tidak akan berproses , kemudian aku berpikir bagaimana caranya aku berproses, aku ingat kembali siapa-siapa yang mengucapkan sepotong kalimat tersebut, mereka adalah ternyata sekumpulan orang yang berorganisasi, kemudian aku menyimpulkan bahwa aku akan berproses jika aku berorganisasi.
Mulai dari sinilah dunia kampus ku ingin melakukan sebuah kontribusi dalam bidang akademik ataupun non akademik, mungkin kontribusi ku dalam bidang akademik sudah terpenuhi, namun kontribusiku dalam bidang non akademik mungkin hanya secuil saja bahkan mungkin belum, dalam kesempatan yang besar dan harapan yang masih panjang ini  ku ingin berubah dari yang acuh tak acuh menjadi peduli terdapat organisasi dengan cara bergabung dalam organisasi yang nantinya akan membuatku menjadi seorang mahasiswa seutuhnya yaitu belajar dan berproses.           
Entah tulisan ini adalah sebuah curhatan yang konyol, entah sebuah harapan yang bodoh, entah hanya tulisan yang tak bermakna diatas kertas kosong, entah tulisan ini akan membuat orang yang membaca hanya terdiam tak mengerti maksud isinya atau tersenyum dengan kekonyolan isinya, inilah saya seorang yang lugu. 


zainul arifin